Oleh: Muhammad Sonny Abfertiawan
Single Addition Net Acid Generation (NAG) test
NAG Test merupakan uji lainnya yang digunakan untuk mengklasifikasikan jenis batuan yang berpotensi membentuk air asam tambang yang dinyatakan dalam kg H2SO4/ton material. Terdapat setidaknya dua jenis uji ini yakni single addition NAG Test dan sequential NAG Test. NAG Test dilakukan melalui penambahan 250 mL 15% hidrogen peroksida kedalam 2,5 gram sampel batuan untuk mengoksidasi dengan cepat mineral sulfida yang ada didalam sampel batuan. Campuran peroksida dan sampel dibiarkan bereaksi selama semalam (overnight). Pada hari berikunya, campuran tersebut dipanaskan untuk mempercepat reaksi. Selanjutnya, jumlah asam didalam campuran akan diukur sebagai julah bersih dari asam yang timbul.
Indikasi bentuk keasaman disediakan dengan awalnya menumbuhkan minuman keras NAG sampai pH 4.5, kemudian melanjutkan titrasi sampai pH 7. Titrasi pada pH 4.5 meliputi keasaman karena asam bebas (H2SO4) dan juga larut. besi dan aluminium Nilai titrasi pada pH 7 juga mencakup ion logam yang mengendap sebagai hidroksida pada pH antara 4,5 dan 7.
Hasil dari NAG Test mengindikasikan potensi pembentukan asam dari sampel batuan setelah waktu terdedah dan terlapuknya. Uji ini khususnya digunakan untuk mengkonfirmasi prediksi NAPP berdasarkan kandungan sulfur dan nilai ANC. Uji NAPP dan NAG saling melengkapi dimana NAPP menyediakan potensi pembentukan maksimum asam secara teoritis dan NAG adalah pengukuran langsung hasil net dari kedua reaksi. Nilai pH larutan NAG (pH NAG) dan nilai keasaman yang dapat dititrasikan sampai dengan pH 4,5 dan pH 7,0 ditentukan setelah sampel bereaksi dan dipanaskan serta didinginkan. Selama pengujian, pembentukan dan penetralan asam bisa terjadi secara menerus sehingga pada akhir pengukuran akan didapatkan pembentukan asam bersih dari sampel.
Karakterisasi Batuan
Karakterisasi batuan dilakukan dengan mempertimbangan beberapa hasil uji potensi pembentukan air asam tambang. Dalam proses pembentukan air asam tambang, batuan mengalami proses pelapuan (weathering) dan pelindian (leaching) yang dipengaruhi oleh berbagai faktor. Hasil uji potensi pembentukan air asam tambang yang menjadi pertimbangan dalam penentuan klasifikasi batuan yakni pH pasta, total sulfur, ANC (Acid Neutralizing Capacity), dan NAG (Net Acid Generating) pH.
Terdapat tiga kategori batuan dalam klasifikasi, yakni Potentially Acid Forming (PAF), Non Acid Forming (NAF) dan Uncertainty (UC). Klasifikasi dapat dilakukan setidaknya dengan dua metode. Metode pertama, klasifikasi dilakukan dengan mempertimbangkan rasio dari nilai ANC dan MPA. Jika rasio ANC/MPA kecil dari 1 maka sampel batuan dapat dikategorikan sebagai PAF. Lihat Tabel 1.
Tabel 1 – Klasifikasi Material
Metode kedua yakni klasifikasi yang didasarkan pada hasil perhitungan pH NAG (Net Acid Generation) dan NAPP(Net Acid Producing Potential). Batuan dengan nilai NAPP>0 serta pH NAG<4,5 dikategorikankan sebagai PAF sedangkan batuan dengan nilai NAPP<0 serta pH NAG>4,5 dapat diklasifikasikan sebagai NAF. Untuk batuan yang nilainya tidak memenuhi syarat PAF atau pun NAF dikategorikan sebagai UC (Uncertain) atau batuan yang belum jelas potensi pembentukan asamnya. Kondisi ini dapat disebabkan banyak faktor sehingga perlu dilakukan identifikasi lebih lanjut untuk memastikan karakteristik batuannya.
Tabel 2 – Klasifikasi Geokimia
Informasi hasil uji dengan metode kedua dapat digambarkan dalam grafik hubungan antara pH NAG dan NAPP. Gambar 7 adalah format plot klasifikasi yang biasanya digunakan untuk menggambarkan klasifikasi batuan dalam pembentukan air asam tambang. Grafik ini terbagi menjadi 4 kuadran yang mewakili klasifikasi PAF (Potensial Acid Forming), NAF (Non-Acid Forming), mau pun UC (Uncertain).
Kriteria pada Tabel 2 dan Gambar diatas pada dasarnya tidak selalu dapat digunakan di seluruh lokasi dengan berbagai karakteristik batuan. Kriteria tersebut dapat memungkinkan untuk disesuaikan dengan karakteristik batuan di site yang pasti akan sangat berbeda-beda. Oleh karena itu, perlu ada justifikasi kriteria yang harus dilakukan dengan melalui berbagai uji terhadap berbagai jenis batuan.
Hasil uji ini pula tidak memberikan informasi kapan pembentukan asam akan terjadi, laju pembentukan asam dan penetralan, ataupun kualitas air akibat sampel. Informasi ini tidak dapat diperoleh dari uji statik. Diperlukan uji kinetik yang dilakukan dalam periode tertentu secara kontinyu. Terdapat beberapa metode uji kinetik yang akan saya coba deskripsikan dalam artikel selanjutnya…
Next Part 4 of 4: Uji Kinetik (Kinetic Test)
Referensi:
Ian Wark Research Institute & Environmental Geochemistry International. 2002. ARD Test
Handbook. P387A Project. Prediction and Kinetic Control of Acid Mine Drainage, AMIRA
International, Melbourne.